Rabu, 20 Maret 2019

Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 175-177 - Belajar Dari Kisah Bal'am bin Ba'ura (Ulama Yang Melacurkan Diri demi Dunia)




Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 175-177

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (QS. 7:175)
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. 7:176) Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dhalim. (QS. 7:177)” (al-A’raaf: 175-177)

Mengenai firman Allah: watlu ‘alaiHim naba-alladzii aatainaaHu aayaatinaa fansalakha minHaa (“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami [pengetahuan tentang isi al-Kitab], kemudian dia melepaskan diri dart pada ayat-ayat itu.”) Abdur Razzaq mengatakan dari ‘Abdullah bin Masud ia berkata: “Yaitu seseorang dari Bani Israil yang bemama Bal’am bin Ba’ura’.” Sedangkan Malik bin Dinar mengatakan: la adalah seorang ulama dari Bani Israil, yang do’anya senantiasa dikabulkan. Mereka mendahulukannya ketika menghadapi berbagai kesulitan. Dialah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: fansalakha minHaa (“Kemudian ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu”)

Dan firman-Nya: fa atba’aHusy syaithaanu (“Lalu ia diikuti oleh syaithan”) maksudnya, maka ia tergoda syaithan dan dikuasainya, sehingga apa yang diperintahkannya ia mengikuti dan mentaatinya. Oleh karena itu, Allah berfirman: fa kaana minal ghaawiin (“Maka jadilah ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung dan celaka.”)

Firman Allah: walau syi’naa larafa’naaHu biHaa wa lakinnaHuu akhlada ilaa ilal ardli wat taba’a HawaaHu (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajat]nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.”)

Allah berfirman: wa lau syi’naa larafa’naaHu biHaa (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajatnya] dengan ayat-ayat ini.”) maksudnya, Kami sucikan ia dari berbagai kotoran dunia, dengan ayat-ayat yang Kami berikan kepadanya.

Wa lakinnaHu akhlada ilal ardli (“tetapi ia cenderung pada dunia”) maksudnya ia lebih cenderung pada perhiasan kehidupan dunia dan memilih kelezatan dan menikmatinya, serta tertipu olehnya, sebagaimana telah tertipu orang-orang lain yang tidak memiliki akal pikiran.

Dan Firman-Nya: fa matsaluHu kamatsalul kalbi in tahmil ‘alaiHi yalHats au tat-rukHu yalHats (“Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, ia mengulurkan lidahnya [juga].”)

  • Para ahli tafsir telah berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut ungkapan Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abu Nadhr, bahwa Bal’am keluar lidahnya sampai ke dadanya. Maka tasybih (penyerupaan) dirinya dengan anjing yang menjulurkan lidahnya dalam kedua situasi itu cukup jelas.
Ada juga yang mengatakan bahwa makna firman-Nya itu adalah Bal’am menjadi seperti anjing dalam kesesatannya yang terus-menerus, serta tidak mau mengambil manfaat, baik diseru kepada iman maupun tidak, sehingga menjadi seperti anjing yang menjulurkan lidahnya, baik ketika dihalau atau dibiarkan.

Demikianlah keadaan Bal’am, di mana sama saja baginya, ia tidak mengambil manfaat ketika diberi pelajaran dan seruan kepada keimananan ataupun tidak sebagaimana firman Allah yang artinya: “Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan mereka tetap tidak akan beriman.” (Al-Baqarah: 6)

Dan firman Allah: faqshushil qashasha la’allaHum yatafakkaruun (“Maka ceritakanlah [kepada mereka] kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”) Allah berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad saw. demikian maksudnya supaya bani Israil mengetahui keadaan Bal’am dan yang terjadi padanya, ketika disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat Allah, dengan sebab ia menggunakan nikmat Allah yang diberikan kepadanya berupa pengajaran nama-Nya yang Agung (yang jika diminta dengan nama itu, Allah pasti akan mengabulkan dan jika diseru dengannya, Allah pasti akan memenuhi) bukan dalam rangka ketaatan kepada Allah, bahkan ia pernah mendo’akan keburukan dengan menggunakan nama itu terhadap Hizbullah (golongan Allah) dan Hizbul Mukminin (golongan orang-orang yang beriman), para pengikut hamba Rasul-Nya pada zaman itu, yaitu Musa bin Imran as.

Oleh karena itu, Allah berfirman: la’allaHum yatafakkaruun (“Agar mereka befikir.”) Sehingga dengan demikian, mereka menghindarkan diri agar tidak mengalami hal yang serupa dengan Bal’am. Karena Allah telah memberikan kepada mereka ilmu dan kelebihan atas bangsa lainnya dari orang-orang Badui (Arab pedalaman) dan kepada mereka telah diberikan berita tentang sifat Muhammad saw, yang mereka semua mengenal sifatnya, seperti mereka mengenal anak mereka sendiri, maka mereka itulah yang sebenarnya lebih berhak dan lebih patut untuk mengikuti, membela dan mendukung Muhammad saw, sebagaimana hal itu telah diberitahukan dan diperintahkan oleh para Nabi mereka. Oleh karena itu, barangsiapa antara mereka yang menentang isi kitab-Nya dan menyembunyikannya, sehingga tidak diketahui para hamba-Nya, maka Allah akan menimpakan kepadanya kehinaan di dunia yang disambung dengan kehinaan di akhirat.

Firman Allah lebih lanjut: saa-a matsalanil qaumul ladziina kadzdzabuu bi-aayaatinaa (“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.”) Maksudnya, sungguh sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami, di mana mereka diserupakan dengan anjing yang keinginannya hanya mencari makan dan memenuhi hawa nafsunya. Dengan demikian, orang yang keluar dari lingkup ilmu dan petunjuk, serta cenderung mengikuti nafsu syahwatnya, maka ia menjadi seperti anjing. Yang demikian itu benar-benar yang sangat buruk.

Oleh karena itu, di dalam hadits shahih ditegaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Bukan bagi kami perumpamaan yang buruk, orang yang mengambil kembali pemberiannya, seperti anjing yang rnenjilat kembali muntahnya.”

Dan firman-Nya: wa anfusaHum kaanuu yadhlimuun (“Dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dhalim.”) Maksudnya, Allah tidak mendhalimi mereka, tetapi merekalah yang telah mendhalimi diri mereka sendiri, dengan penolakan mereka untuk mengikuti petunjuk dan melakukan ketaatan kepada Allah dan lebih memilih kehidupan dunia yang fana, serta cenderung kepada kelezatan duniawi dan mengikuti hawa nafsu.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Belajar Dari Kisah Bal'am bin Ba'ura
(Ulama Yang Melacurkan Diri demi Dunia)


Artinya; Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu meng­halaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.

Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menceritakan bahwa Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari wilayah Syam—maka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil.

Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi."

Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal'am untuk membujuknya. Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu Bal'am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal'am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal'am menaikinya.

Tetapi setelah berjalan tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu menjewer telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes tindakannya—seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am memukuli­nya.

Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya.

Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil. Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami."

Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupa­kan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat.
Maka aku akan melancarkan tipu muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk melakukan jual beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum dengan lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka." Lalu kaum Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan.

Ketika kaum wanita itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan'an (kaum Bal'am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil. Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa. Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia haram bagimu!" Zumri menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada perintahmu dalam hal ini."
Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya dan menyetubuhinya. Maka Allah Swt. mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum Bani Israil di perkemahan mereka.

Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun —pengawal pribadi Musa— sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu. Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate keduanya dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya setinggi-tingginya dengan tombaknya.

Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa, "Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak Zumri berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya berjumlah tujuh puluh ribu orang.
Sedangkan menurut perhitungan orang yang meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani Israil memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura.  Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.: dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. ( Al-A' raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)

Demikianlah kisah Bal’am, seorang ulama Bani Israel yang menjual agamanya demi dunia. Sebuah kisah yang perlu menjadi ispirasi kita untuk tidak mudah merasa diri paling baik karena ketika Allah menguji/menimpakan sesuatu yang tidak bisa kita elakkan maka hancurlah semua kehebatan kita. Dari itu, hanya kepada Allah kita meyembah dan hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan dari segala sesuatu yang dapat memalingkan kita dari-Nya. Amiinn.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar