Selasa, 26 Maret 2019

Satu Celupan Melupakan Segalanya



Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ


Amr an-Naqid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Hammad bin Salamah memberitakan kepada kami dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik, dia berkata;
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan penduduk neraka yang ketika di dunia adalah orang yang paling merasakan kesenangan di sana. Kemudian dia dicelupkan di dalam neraka sekali celupan, lantas ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku!’. Dan didatangkan pula seorang penduduk surga yang ketika di dunia merupakan orang yang paling merasakan kesusahan di sana kemudian dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku, aku belum pernah merasakan kesusahan barang sedikit pun. Dan aku juga tidak pernah melihat kesulitan sama sekali.’. 
  • ” (HR. Muslim dalam Kitab Shifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa an-Naar)

Hadits yang agung ini menyimpan banyak pelajaran berharga, di antaranya :

  1. Iman kepada hari kiamat dan meyakini bahwa dunia adalah sementara
  2. Iman akan adanya kebangkitan setelah kematian
  3. Iman bahwasanya setiap orang akan mendapatkan pembalasan atas amalnya di dunia, apabila baik maka baik pula balasannya demikian pula sebaliknya
  4. Iman kepada surga dan neraka dan bahwasanya surga merupakan negeri kebahagiaan dan neraka adalah negeri kesengsaraan
  5. Kenikmatan dan kesusahan di dunia tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan apa yang terjadi di akhirat
  6. Hadits ini menunjukkan bahwa kesenangan dunia bukanlah tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya
  7. Hadits ini menunjukkan bahwa bisa jadi orang-orang kafir itu hidup dalam keadaan serba mewah dan nikmat di dunia namun di akhirat mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali siksa di neraka, wal ‘iyadzu billah
  8. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap orang yang meninggal dalam keadaan beriman meskipun imannya hanya sebesar  biji sawi maka ia pasti masuk ke dalam surga
  9. Hadits ini menunjukkan bahwa Adam ‘alaihis salam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah ta’ala
  10. Hadits ini menunjukkan bahwa kenikmatan yang ada di surga bukan main nikmatnya sehingga sekali celupan saja bisa melupakan segala kesusahan hidup di dunia
  11. Hadits ini menunjukkan bahwa kesengsaraan di neraka bukan main mengerikan dan menyakitkan sehingga sekali celupan di dalamnya bisa melupakan segala tetek bengek kesenangan dunia entah yang berwujud harta, kedudukan atau yang lainnya
  12. Hadits ini menunjukkan bolehnya bersumpah untuk menekankan sesuatu tanpa diminta sebelumnya
  13. Hadits ini menunjukkan bahwa bersumpah adalah dengan nama Allah bukan dengan nama makhluk
  14. Hadits ini juga menunjukkan penetapan sifat Allah
  15. Hadits ini menunjukkan keadilan Allah kepada hamba-hamba-Nya . Kesenangan dan kesusahan di dunia adalah hal yang biasa, namun yang terpenting adalah bagaimana cara menyikapinya; apakah dengan kesusahan itu dia bersabar dan apakah dengan kesenangan itu dia mau bersyukur kepada-Nya atau tidak
  16. Dunia adalah negeri cobaan dan tempat untuk beramal sedangkan akhirat adalah negeri pembalasan
  17. Iman kepada perkara gaib dan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan wahyu dari Allah ta’ala
  18. Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar utusan Allah untuk manusia
  19. Hadits ini merupakan mukjizat yang dimiliki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau mengabarkan sesuatu yang belum terjadi di dunia
  20. Di dalamnya juga terkandung khauf (takut) dan roja’ (harap).Takut akan neraka dan berharap untuk masuk ke dalam surga
  21. Hadits ini juga menunjukkan betapa lemahnya akal manusia sehingga gara-gara sebuah kejadian saja dia bisa melupakan segala-galanya
  22. Hadits ini menunjukkan bahwa keadaan yang sangat menyenangkan bisa membuat orang lupa akan kesusahan yang pernah dialaminya
  23. Hadits ini juga menunjukkan bahwa kesusahan dan kesulitan yang amat sangat dapat membuat orang lupa akan kesenangan yang pernah dirasakannya
  24. Hadits ini juga menunjukkan bahwa kesenangan dunia ini adalah kesenangan yang semu dan menipu
  25. Hadits ini juga menunjukkan bahwa kesenangan di surga adalah kesenangan yang sejati dan hakiki
  26. Hadits ini juga mengandung dorongan bagi para mujahid untuk bersungguh-sungguh dalam berperang di jalan-Nya tanpa perlu merasa khawatir akan luka yang akan mereka derita
  27. Hadits ini juga mengandung dorongan kepada para da’i agar terus mengajak manusia ke jalan-Nya meskipun orang-orang sedemikian keras memusuhi dakwahnya
  28. Hadits ini juga mengandung dorongan kepada para penuntut ilmu agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu meskipun banyak hambatan yang dijumpainya karena sesungguhnya menuntut ilmu agama merupakan jalan menuju surga
  29. Hadits ini juga mengandung dorongan bagi anak agar bersungguh-sungguh dalam berbakti kepada orang tuanya karena ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tuanya
  30. Hadits ini juga mengandung dorongan kepada para isteri untuk berbakti kepada suaminya karena keridhaan suami kepadanya merupakan salah satu sebab masuk ke dalam surga
  31. Hadits ini juga mengandung peringatan kepada orang-orang yang menyimpan kesombongan di dalam dirinya karena kesombongan merupakan sebab masuk ke dalam neraka
  32. Hadits ini juga mengandung peringatan yang sangat keras bagi para penyeru kekafiran semacam Jaringan Islam Liberal dan sebagainya karena kekafiran mereka pada akhirnya akan menyeret mereka ke dalam neraka
  33. Hadits ini juga mengandung ancaman bagi para pelaku maksiat agar tidak meneruskan maksiat dan segera bertaubat dengan tulus kepada Allah ta’ala karena maksiat akan mendatangkan murka-Nya
  34. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan mempelajarai tauhid dan mengetahui seluk beluk syirik dan kekafiran
  35. Hadits ini juga mengandung peringatan kepada orang-orang munafik yang di dunia menampakkan diri sebagai orang yang mendukung Islam namun pada hakikatnya mereka ingin menghancurkan Islam dari dalam, sebab orang munafik adalah penghuni kerak neraka yang paling bawah
  36. Hadits ini menunjukkan bahwa kenikmatan yang ada di surga itu bertingkat-tingkat
  37. Hadits ini juga menunjukkan bahwa siksa di dalam neraka juga bertingkat-tingkat
  38. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah diutus untuk memberikan kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan (lihat QS. al-Furqan : 56)
  39. Dan faidah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam, walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

Kamis, 21 Maret 2019

Orang-Orang Yang Iblis Tidak Berdaya Menggodanya.




Berikut komitmen Iblis, bapak moyangnya syetan untuk menyesatkan seluruh anak keturunan Adam, berikut pengakuan akan ketidakberdayaannya terhadap hamba2 Allah yg Ikhlas.
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya" (Al-Hijr: 39),
إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
"kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka." (Al-Hijr: 40)
Selengkapnya baca di surah Al Hijr ayat 28-44.
Disebutkan pula di surat yg lain,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ.
Iblis menjawab, "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Shaad: 82-83)
Selengkapnya baca di surah Shaad ayat 71-85.
Lafazh المخلصين dalam ayat di atas ada yg membacanya Mukhlashiin (memfathahkan lam) sbgmana mayoritas kita di negeri ini, ada yg membacanya Mukhlishiin (mengkasrahkan lam).
Masing2 dari dua bentuk qira'at tsb menunjukkan pada makna dan tingkatan yg berbeda, walaupun dlm bahasa kita sama2 kita artikan sebagai: orang2 yg ikhlas.
Mukhlashiin adalah orang2 yg Allah jadikan ikhlas pada dirinya dan dalam setiap amalnya untuk Allah semata. 
Orang2 yg Allah telah anugerahkan ikhlas melekat menjadi sifatnya dan menjadi sesuatu yg otomatis ada pada setiap amalnya. 
Di dalam Al Quran, kata Mukhlashiin disebutkan untuk mensifati ikhlasnya para Nabi dan Rasul. 
Di antaranya firmanNya tentang nabiyullah Yusuf 'alayhissalaam,
ﺇِﻧَّﻪُ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩِﻧَﺎ ﺍﻟْﻤُﺨْﻠَﺼِﻴﻦَ
"Sesungguhnya ia termasuk hamba2 Kami yg ikhlas (mukhlashiin)."
  • Maka ikhlasnya orang yg disebut Mukhlas adalah tingkatan ikhlas yg paling tinggi, ikhlashnya para Nabi dan Rasul yg Allah lah yg menjadikan ikhlas sbg sifat yg telah menyatu pada dirinya dan yg otomatis ada di setiap amal2nya. Dan mana ikhlas adalah kesempurnaan tauhid yg paling tinggi dan para Nabi dan Rasul 'alayhimush-shalaatu was salaam adalah orang2 yg paling sempurna tauhidnya di antara seluruh hamba2Nya.
  • Sedangkan Mukhlishiin adalah orang2 yg mengikhlaskan diri dan amal2nya untuk Allah semata. 
  • Orang yg Allah anugerahkan kemauan dan usaha untuk ikhlas dlm diri dan setiap amalnya kepada Allah semata. Di sini ikhlash belum menjadi sifat tetap yg melekat dlm dirinya dan yg otomatis ada dlm setiap amalnya. Bukan orang yg tidak ikhlas atau belum ikhlas, bukan. Mukhlishiin orang2 yg ikhlas.
  • Hanya saja Mukhlisiin ini butuh usaha untuk ikhlas dan menjadi orang yg ikhlas di setiap amal2nya, tidak/belum sebagaimana Mukhlashin yg mana ikhlas sudah menjadi sifat yg tetap dan melekat padanya yg otomatis menyertai setiap amal- amal nya. 
  • Di dalam Al Quran kata Mukhlis ini Allah gunakan dalam ayatnya yg berupa perintah kepada seluruh manusia seperti firmanNya,

ﻓَﺎﺩْﻋُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣُﺨْﻠِﺼِﻴﻦَ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪِّﻳﻦَ ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺮِﻩَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮُﻭﻥَ
"Maka sembahlah Allah dengan ikhlas kepadaNya (mukhlishiina lahuddiin), meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya."
  • Mukhlis adalah tingkatan ikhlasnya kebanyakan hamba2 Allah kaum muslimin, muwahidin kebanyakan, yg untuk ikhlas seringnya masih butuh usaha keras
  • Berbeda dgn tingkatan Mukhlashin yg ikhlas sdh menjadi sesuatu yg menyatu dgn dirinya yg otomatis akan menyertai setiap amal2nya.

Maka bisa disimpulkan, orang yg disebut Mukhlas sudah pasti dia orang yg Mukhlis secara muthlak, dan tidak setiap orang Mukhlis (yg mengikhlaskan amalnya) ia adalah orang Mukhlash (orang yg ikhlas sdh menjadi sifat yg menyatu dgn dirinya).
Nah, jika kita merujuk kepada qira'at al-Mukhlashiin (memfathahkan lam) yg ini adalah qiraat penduduk Madinah dan Kuffah dan sebagian besar kaum muslimin termasuk kita di negeri ini membacanya demikian, maka orang2 yg Iblis dan para syetan bala tentaranya tidak berdaya untuk menggodanya adalah hamba2 Allah yg ikhlasnya adalah maqam Mukhlashiin, maqam ikhlasnya para Anbiyaa wal Mursaliin.
  • Tetapi apakah hanya para Nabi dan Rasul saja yg berhak memperoleh dan Allah anugerahi ikhlas di maqam Mukhlas ini?
Tidak. Tetapi bagi siapa saja orang2 mukmin hamba2 Allah yg mau meraihnya berpeluang Allah jadikan orang yg Mukhlash. Kita tahu para Shiddiqiin dan sebagian wali2 Allah selainnya dari para ulamaa rabbani, para syuhadaa dan shalihiin telah Allah anugerahi ikhlasnya orang yg Mukhlash.
  •  Hanya saja membutuhkan usaha yg keras karena ia bukan Nabi dan tidak mungkin menyamai maqam mukhlasnya para Nabi. Berusaha keras dgn menguatkan imannya, tauhidnya, muraqabahnya, pembersihan hatinya dari bermacam syubuhaat dan syahawaat, serta keterlatihan dan pembiasaan diri beramal shalih dgn usaha yg kuat terus menerus dgn penuh kesabaran disertai muhasabah, untuk selalu berusaha menjadi orang yg ikhlas dlm setiap amalnya, gerak dan diamnya. 

Hingga Allah menganugerahkan ikhlasnya para mukhlashiin pada dirinya dgn rahmat dan hidayahNya. Artinya, untuk agar Allah sampaikan ke maqam Mukhlash, seseorang harus bersungguh2 dan selamat di maqam Mukhlish.
  • So, jangan pernah kita merasa aman dari godaan Iblis dan syetan, mengaku Muwahid yg seolah telah Allah jamin keselamatannya, selama tingkatan kita untuk menjadi orang Mukhlis saja masih sangat banyak cacat dan tak selamatnya. Bukan berarti Mukhlishiin tidak Allah jaga dari godaan syetan secara mutlak. Allah jaga, hanya saja berbeda tingkat penjagaan dan keamanannya antara Mukhlishiin dgn Mukhlashiin.
Definisi ikhlas, telah banyak perkataan para ulamaa tentangnya. 
Salah satunya Al Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah beliau berkata, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya.”
Maka kita mohon kepada Allah agar diberikan keikhlasan dan diselamatkan dari hal2 yg merusaknya; dari syirik dan riya', dari senang sanjungan dan pujian manusia daripada pahala dan pujian dari Allah Ta'aalaa.
Menjadi Mukhlishiin saja adalah anugerah Allah yg sangat besar,,, apalagi jika Allah taqdirkan menjadi Mukhlashiin... Maka jaga anugerah besar ini dari hal2 yg merusaknya, dan tingkatkan kualitasnya.
Dan inilah shahabat 'Umar bin Khaththab radhiyallaahu 'anhu, Al-Faruq Al-Mukhlash, orang yg syetan menyingkir mencari jalan lain saat Umar melalui sebuah jalan, inilah do'a yg sering beliau panjatkan agar Allah jadikan orang yg ikhlas:
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﺟﻌﻞ ﻋﻤﻠﻲ ﻛﻠﻬﺎ ﺻﺎﻟﺤﺎ, ﻭﺍﺟﻌﻠﻪ ﻟﻮﺟﻬﻚ ﺧﺎﻟﺼﺎ, ﻭ ﻻ ﺗﺠﻌﻞ ﻷﺣﺪ ﻓﻴﻪ ﺷﻴﺌﺎ.
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yg shalih, dan jadikanlah amal2ku ikhlas karena mengharap wajahMu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun (pamrih dari siapapun selainMu).”
Aamiin..

Rabu, 20 Maret 2019

Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 175-177 - Belajar Dari Kisah Bal'am bin Ba'ura (Ulama Yang Melacurkan Diri demi Dunia)




Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 175-177

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (QS. 7:175)
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. 7:176) Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dhalim. (QS. 7:177)” (al-A’raaf: 175-177)

Mengenai firman Allah: watlu ‘alaiHim naba-alladzii aatainaaHu aayaatinaa fansalakha minHaa (“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami [pengetahuan tentang isi al-Kitab], kemudian dia melepaskan diri dart pada ayat-ayat itu.”) Abdur Razzaq mengatakan dari ‘Abdullah bin Masud ia berkata: “Yaitu seseorang dari Bani Israil yang bemama Bal’am bin Ba’ura’.” Sedangkan Malik bin Dinar mengatakan: la adalah seorang ulama dari Bani Israil, yang do’anya senantiasa dikabulkan. Mereka mendahulukannya ketika menghadapi berbagai kesulitan. Dialah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: fansalakha minHaa (“Kemudian ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu”)

Dan firman-Nya: fa atba’aHusy syaithaanu (“Lalu ia diikuti oleh syaithan”) maksudnya, maka ia tergoda syaithan dan dikuasainya, sehingga apa yang diperintahkannya ia mengikuti dan mentaatinya. Oleh karena itu, Allah berfirman: fa kaana minal ghaawiin (“Maka jadilah ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung dan celaka.”)

Firman Allah: walau syi’naa larafa’naaHu biHaa wa lakinnaHuu akhlada ilaa ilal ardli wat taba’a HawaaHu (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajat]nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.”)

Allah berfirman: wa lau syi’naa larafa’naaHu biHaa (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajatnya] dengan ayat-ayat ini.”) maksudnya, Kami sucikan ia dari berbagai kotoran dunia, dengan ayat-ayat yang Kami berikan kepadanya.

Wa lakinnaHu akhlada ilal ardli (“tetapi ia cenderung pada dunia”) maksudnya ia lebih cenderung pada perhiasan kehidupan dunia dan memilih kelezatan dan menikmatinya, serta tertipu olehnya, sebagaimana telah tertipu orang-orang lain yang tidak memiliki akal pikiran.

Dan Firman-Nya: fa matsaluHu kamatsalul kalbi in tahmil ‘alaiHi yalHats au tat-rukHu yalHats (“Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, ia mengulurkan lidahnya [juga].”)

  • Para ahli tafsir telah berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut ungkapan Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abu Nadhr, bahwa Bal’am keluar lidahnya sampai ke dadanya. Maka tasybih (penyerupaan) dirinya dengan anjing yang menjulurkan lidahnya dalam kedua situasi itu cukup jelas.
Ada juga yang mengatakan bahwa makna firman-Nya itu adalah Bal’am menjadi seperti anjing dalam kesesatannya yang terus-menerus, serta tidak mau mengambil manfaat, baik diseru kepada iman maupun tidak, sehingga menjadi seperti anjing yang menjulurkan lidahnya, baik ketika dihalau atau dibiarkan.

Demikianlah keadaan Bal’am, di mana sama saja baginya, ia tidak mengambil manfaat ketika diberi pelajaran dan seruan kepada keimananan ataupun tidak sebagaimana firman Allah yang artinya: “Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan mereka tetap tidak akan beriman.” (Al-Baqarah: 6)

Dan firman Allah: faqshushil qashasha la’allaHum yatafakkaruun (“Maka ceritakanlah [kepada mereka] kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”) Allah berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad saw. demikian maksudnya supaya bani Israil mengetahui keadaan Bal’am dan yang terjadi padanya, ketika disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat Allah, dengan sebab ia menggunakan nikmat Allah yang diberikan kepadanya berupa pengajaran nama-Nya yang Agung (yang jika diminta dengan nama itu, Allah pasti akan mengabulkan dan jika diseru dengannya, Allah pasti akan memenuhi) bukan dalam rangka ketaatan kepada Allah, bahkan ia pernah mendo’akan keburukan dengan menggunakan nama itu terhadap Hizbullah (golongan Allah) dan Hizbul Mukminin (golongan orang-orang yang beriman), para pengikut hamba Rasul-Nya pada zaman itu, yaitu Musa bin Imran as.

Oleh karena itu, Allah berfirman: la’allaHum yatafakkaruun (“Agar mereka befikir.”) Sehingga dengan demikian, mereka menghindarkan diri agar tidak mengalami hal yang serupa dengan Bal’am. Karena Allah telah memberikan kepada mereka ilmu dan kelebihan atas bangsa lainnya dari orang-orang Badui (Arab pedalaman) dan kepada mereka telah diberikan berita tentang sifat Muhammad saw, yang mereka semua mengenal sifatnya, seperti mereka mengenal anak mereka sendiri, maka mereka itulah yang sebenarnya lebih berhak dan lebih patut untuk mengikuti, membela dan mendukung Muhammad saw, sebagaimana hal itu telah diberitahukan dan diperintahkan oleh para Nabi mereka. Oleh karena itu, barangsiapa antara mereka yang menentang isi kitab-Nya dan menyembunyikannya, sehingga tidak diketahui para hamba-Nya, maka Allah akan menimpakan kepadanya kehinaan di dunia yang disambung dengan kehinaan di akhirat.

Firman Allah lebih lanjut: saa-a matsalanil qaumul ladziina kadzdzabuu bi-aayaatinaa (“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.”) Maksudnya, sungguh sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami, di mana mereka diserupakan dengan anjing yang keinginannya hanya mencari makan dan memenuhi hawa nafsunya. Dengan demikian, orang yang keluar dari lingkup ilmu dan petunjuk, serta cenderung mengikuti nafsu syahwatnya, maka ia menjadi seperti anjing. Yang demikian itu benar-benar yang sangat buruk.

Oleh karena itu, di dalam hadits shahih ditegaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Bukan bagi kami perumpamaan yang buruk, orang yang mengambil kembali pemberiannya, seperti anjing yang rnenjilat kembali muntahnya.”

Dan firman-Nya: wa anfusaHum kaanuu yadhlimuun (“Dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dhalim.”) Maksudnya, Allah tidak mendhalimi mereka, tetapi merekalah yang telah mendhalimi diri mereka sendiri, dengan penolakan mereka untuk mengikuti petunjuk dan melakukan ketaatan kepada Allah dan lebih memilih kehidupan dunia yang fana, serta cenderung kepada kelezatan duniawi dan mengikuti hawa nafsu.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Belajar Dari Kisah Bal'am bin Ba'ura
(Ulama Yang Melacurkan Diri demi Dunia)


Artinya; Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu meng­halaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.

Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menceritakan bahwa Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari wilayah Syam—maka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil.

Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi."

Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal'am untuk membujuknya. Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu Bal'am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal'am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal'am menaikinya.

Tetapi setelah berjalan tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu menjewer telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes tindakannya—seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am memukuli­nya.

Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya.

Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil. Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami."

Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupa­kan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat.
Maka aku akan melancarkan tipu muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk melakukan jual beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum dengan lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka." Lalu kaum Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan.

Ketika kaum wanita itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan'an (kaum Bal'am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil. Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa. Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia haram bagimu!" Zumri menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada perintahmu dalam hal ini."
Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya dan menyetubuhinya. Maka Allah Swt. mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum Bani Israil di perkemahan mereka.

Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun —pengawal pribadi Musa— sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu. Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate keduanya dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya setinggi-tingginya dengan tombaknya.

Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa, "Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak Zumri berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya berjumlah tujuh puluh ribu orang.
Sedangkan menurut perhitungan orang yang meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani Israil memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura.  Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.: dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. ( Al-A' raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)

Demikianlah kisah Bal’am, seorang ulama Bani Israel yang menjual agamanya demi dunia. Sebuah kisah yang perlu menjadi ispirasi kita untuk tidak mudah merasa diri paling baik karena ketika Allah menguji/menimpakan sesuatu yang tidak bisa kita elakkan maka hancurlah semua kehebatan kita. Dari itu, hanya kepada Allah kita meyembah dan hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan dari segala sesuatu yang dapat memalingkan kita dari-Nya. Amiinn.